Hak
Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang
dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik
dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor
kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor
Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan
HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam
dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih
dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar
hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut.
Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten
Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung
langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke
Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember
2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran
paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip
yang masih baru berkembang.
Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder
jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup
kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain.
Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan
jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan
memiliki emisi yang ramah lingkungan.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga
menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika
Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru
Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April
2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak
paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa
perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang
aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj
tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika
terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan
mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan
lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya
perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk
enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi
masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran
hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi
wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang
menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar